cover
Contact Name
Muhammad Aditya Pratama
Contact Email
adityapratama@ikj.ac.id
Phone
+6285693972062
Journal Mail Official
imaji@ikj.ac.id
Editorial Address
Jalan Sekolah Seni No.1 (Raden Saleh, Kompleks Taman Ismail Marzuki Jl. Cikini Raya No.73, RT.8/RW.2, Cikini, Jakarta, Central Jakarta City, Jakarta 10330
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal IMAJI
ISSN : 19073097     EISSN : 27756033     DOI : https://doi.org/10.52290/JI
Core Subject : Humanities, Art,
Journal IMAJI accommodates a collection of various topics of film / audio-visual studies that contain ideas, research, as well as critical, fresh, and innovative views on the phenomenal development of cinema in particular and audio-visual in general. This journal aims to provide research contributions to film and audio-visual media which are expected to encourage the development of film, including photography, television and new media in Indonesia, so that they are superior and competitive at the national level and in the international world.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton" : 7 Documents clear
Budaya Menonton Film: Teknologi Digital dan Katalisasi COVID-19 Menuju (Siklus) Layar Personal Arda Muhlisiun
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.80

Abstract

Penelitian ini saya lakukan untuk melihat perkembangan film dan penonton film ketika wabah Covid-19 melanda dunia, di mana film juga ikut merasakan dampaknya. Berbagai cara dan upaya untuk menyelamatkan industri film ternyata telah merubah budaya menonton film. Jika ditarik jauh ke belakang (1890-an), dalam sejarah relasi film dan penonton, awal orang menonton film dilakukan secara personal (individual). Thomas Alfa Edison adalah pelopornya melalui alatnya bernama Kinetoskop. Kehadiran Lumiere Bersaudara telah mengubah konsep menonton film. Menonton film beralih pada konsep kolektif, massal, bahkan diberlakukan tiket berbayar. Dari sinilah kemudian kita mengenal bioskop sebagai ruang pemutaran film dalam skala massal. Munculnya wabah Covid-19 telah menggantikan peran bioskop dalam hal proyeksi film ke hadapan masyarakat luas. Meskipun banyak orang tetap berharap agar agar bioskop akan menemukan jalannya kembali, namun fenomena digital turut mempercepat era perfilman menuju dunianya yang baru: film streaming. Keadaan ini akhirnya menciptakan sebuah fenomena berupa siklus kepenontonan, bahwa cara orang menonton film di masa depan akan semakin personal (kembali) -seperti halnya yang terjadi pada era di mana Thomas Alfa Edison pertama kali memperkenalkan film pada masyarakat.
Penggunaan Diegetic Off-Screen sebagai Pembentuk Imajinasi Visual pada Pemanfaatan Ruang di Luar Layar dalam Sinema I Made Arya Wibawa Dwiputra Artana
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.81

Abstract

Ruang di luar layar dalam film merupakan ruang yang sifatnya tidak dapat dilihat oleh penonton karena keterbatasan sudut pandang lensa. Karakteristiknya yang tidak dapat dilihat membuat keberadaannya menjadi dikesampingkan. Walaupun peran ruang di luar layar sama besar dengan ruang di dalam layar dalam proses penyampaian cerita, para pembuat film lebih memilih untuk fokus dengan ruang yang terlihat di dalam layar, atau mise-en-scène. Penyebabnya adalah ruang di luar layar memiliki kecenderungan memunculkan multitafsir di kalangan penonton, sehingga peristiwa yang ingin disampaikan pada ruang di luar layar menjadi bias. Namun film tidak dibentuk hanya melalui unsur visual saja. Film memiliki elemen sinematik lainnya yang sebenarnya bisa membantu penonton menyadari keberadaan ruang di luar layar. Salah satu elemen sinematik dalam film adalah suara. Suara bisa menjadi jawaban dalam memperkecil kemungkinan adanya multitafsir dalam pemanfaatan ruang di luar layar pada film. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan observasi sinema dengan pendekatan studi literatur. Sumber datanya adalah produk audiovisual yakni film yang berjudul Cat People (1942) dan Shirin (2008) untuk melihat penggunaan ruang di luar layar yang dikombinasikan dengan teori diegetic off-screen. Sedangkan analisis datanya akan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dengan teori yang digunakan adalah teori gaya film yang terdiri dari mise-en-scène dan suara.
You Should Be At Home Instead!: : A Comparative Analysis of Varda’s The Vagabond (1985) and Zhao’s Nomadland (2020) Areispine Dymussaga Miraviori
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.82

Abstract

In 1985, Agnes Varda released The Vagabond, a film about a young woman who chooses to wander the country alone and is found dead in the winter. Thirty five years later, Chloe Zhao released Nomadland (2020), a film about a middle aged woman who had to live in an RV because her husband died and the company shut down and discontinued the workers’ residence where she lived. These two films have similarity: a woman lives alone on the street without a house. This paper wants to examine how women without a house are perceived and have more chance and risk to be failed by the patriarchal society.
Relasi Manusia dan Non-Manusia dalam Film Inang (The Womb) Jonathan Manullang
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.83

Abstract

Kajian tekstual ini bermaksud mengeksplorasi hubungan antara manusia dan non-manusia melalui simbol-simbol semiotika yang terdapat pada Film Inang karya Fajar Nugros. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif melalui analisis literatur dan komparasi karya, tulisan ini hendak menjelaskan bagaimana ragam interaksi lintas dimensi diantara sepasang entitas dimaksud yang terbungkus oleh estetika visual tertentu dimanfaatkan guna menyingkap rahasia terbesar dalam narasi Film Inang.
Sejarah Film Dokumenter Awal Di Dunia Kusen Dony Hermansyah
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.84

Abstract

John Grierson membuat terminologi film dokumenter setelah menonton film Moana (1926) karya Robert Flaherty. Film dokumenter menurutnya adalah creative treatment of actuality atau perlakuan aktualitas secara kreatif. Secara kritis perlu dipertanyakan kebenaran bahwa film-film Flaherty adalah film dokumenter awal di dunia. Untuk menjawab hal tersebut, metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini metode sejarah. Ada tiga tahap dalam metode ini, yaitu pencarian sumber keterangan atau bukti sejarah (heuristik); penilaian atau pengujian bahan-bahan sumber dari sudut pandang nilai kenyataannya (kritisisme); dan sinthese atau penyajian yang bersifat formal dari temuan. Tahap ini meliputi penyusunan kumpulan data sejarah dan kemudian penyajiannya dalam bentuk tertulis. Teknik pengumpulan datanya akan menggunakan studi kepustakaan dan dokumen. Sedangkan analisis datanya akan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiologi, antropologi dan politik. Ada yang menarik bahwa pada awal film dibuat, terdapat film-film karya Brighton School, yaitu perkumpulan fotografer di Inggris yang telah membuat film dokumenter. Hanya saja film ini kemudian baru ditemukan pada kurun waktu 1970-an. Sangat mungkin film-film tersebut merupakan film-film dokumenter awal di dunia.
Kompleks Candi Kedaton sebagai Subjek Film Dokumenter: Interpretasi Arkeologis melalui film Naswan Iskandar
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.85

Abstract

Tanda visual dapat diekstraksi dari catatan arkeologi mana pun hampir tanpa batas, tetapi seseorang arkeolog biasanya kesulitan untuk memformalkan kriteria signifikan untuk apa yang secara intrinsik "visual", bahwa fitur visual yang berbeda hampir pasti penting untuk penjelasan yang berbeda. Sementara pembuat film dihadapkan pada upaya berfokus pada proses interpretasi film dan terlibat dalam penyelidikan masalah bagaimana makna yang berbeda dari film yang sama dapat hadir dan hidup berdampingan. Pembuat film dihadapkan dengan film sebagai dunia dan penonton film sebagai penafsir, menganggap interpretasi relatif melekat dan kontekstual. Penelitian yang didasarkan pada praktik ini merupakan upaya memberikan kontribusi pengetahuan dengan mengeksplorasi teoritis dan kritis pembuatan film dokumenter, serta menyoroti proses pembuatan film dokumenter arkeologis dalam sudut pandang akademis. Komponen praktis dalam penelitian ini adalah pembuatan film dokumenter dengan subjek kompleks Candi Kedaton di Situs Muarajambi sebagai tempat pembelajaran keagamaan Buddha pada masa lalu. Kajian ini menyelidiki bagaimana pergeseran paradigma baru dalam teknologi digital dan pembuatan film dokumenter dapat memungkinkan pembuat film akademis memproduksi film dokumenter arkeologis melalui pelibatan kreativitas dan subjektivitas sebagai bagian dari praktik akademis tanpa mengorbankan integritas interpretasi.
Wawancara: Riri Riza Jurnal IMAJI
IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru Vol. 13 No. 3 (2022): Menuju Layar Personal sebagai Budaya Baru Menonton
Publisher : Bidang Satuan Riset dan FFTV - IKJ PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52290/i.v13i3.86

Abstract

Dalam rubrik Jurnal IMAJI Vol. 13 No. 3 kali ini kami menghadirkan wawancara secara mendalam dengan tokoh perfilman nasional yaitu Riri Riza, beliau merupakan seorang sutradara film seperti Petualangan Sherina (2000), Ada Apa Dengan Cinta ? (2002), Gie (2005), Laskar Pelangi (2008).

Page 1 of 1 | Total Record : 7